Rabu, 25 Juli 2012

Inspirasi: Singkatan ST


Konon pada suatu masa di sebuah kota kecil, hidup dua orang pemuda. Mereka memang cukup ganteng dan populer. Akan tetapi, di sisi lain mereka adalah cowok yang cukup bandel, liar, dan tidak pernah menghormati orang lain – sekalipun dilahirkan dari keluarga yang cukup terhormat.


Sampai kemudian mereka melakukan hal yang serius: mencuri domba dari peternak setempat. Hal ini merupakan kejahatan yang cukup besar di masyarakat penggembala tersebut. Meski berusaha menyembunyikan kejahatan itu, namun kedua cowok itu tertangkap juga.


Karena malu, para orangtua kedua cowok itu segera mengusir dari rumahnya. Para penggembala pun mulai berunding untuk menentukan hukuman apa yang paling cocok bagi mereka.


Akhirnya mereka memutuskan untuk memberi tato di jidat kedua cowok itu dengan tulisan "ST", singkatan dari "Sheep Thief" (pencuri domba).


Karena bersifat permanen, maka tato ini akan kelihatan di dahi mereka seumur hidup.
Salah seorang cowok itu malu dengan tato tersebut dan meninggalkan kota kecil. Tidak pernah ada kabar beritanya lagi. Sedangkan yang seorang lagi memilih tetap tinggal di kota itu. Dengan penyesalan mendalam dan tekad untuk memperbaiki hubungan dengan masyarakatnya, ia mulai berbuat baik, terutama kepada warga yang pernah ia rugikan sebelumnya.


Beberapa kali perbuatan baiknya ini malah menimbulkan kecurigaan dari masyarakat setempat, tetapi ia tak peduli. Terus berbuat baik tanpa pernah memikirkan imbalan.
Setiap kali ada yang sakit, pencuri domba itu datang untuk merawat si sakit, membuatkannya bubur hangat dan menghiburnya dengan berbagai cerita-cerita lucu.


Setiap ada kesibukan dan perayaan, pencuri domba itu selalu membantu dengan sukarela. Ia tidak pernah memperhatikan apakah yang dibantunya itu kaya atau miskin.
Kadang ia menerima tanda ucapan terima kasih, entah makanan maupun uang – tetapi lebih sering ia tidak pernah menerima apapun atas segala bantuannya – dan ia memang tidak pernah memperdulikan hal itu.
Beberapa puluh tahun kemudian, seorang turis datang ke kota itu – kota yang terkenal dengan udaranya yang sejuk dan kehidupan pedesaan yang masih alami.


Ketika singgah pada sebuah warung di pinggir jalan, pelancong itu melihat seorang lelaki tua, dengan tato "ST" di jidatnya – sedang duduk di kursi goyang. Mata teduh orang tua itu tertuju pada ribuan domba di ladang samping rumahnya yang cukup megah di desa itu.


Turis itu juga memperhatikan bagaimana orang-orang yang lewat di depan rumah itu selalu menyempatkan diri untuk bercakap-cakap dengan orang tua itu – dan menunjukkan sikap yang sangat hormat, seolah-olah orang tua itu adalah bapaknya sendiri.


Ia juga melihat banyak sekali anak-anak yang bermain di halaman rumah yang tidak memiliki pagar itu. Turis mengamati, sesekali anak-anak itu menghentikan permainan mereka dan memeluk mesra orang tua itu.


Karena penasaran, orang asing itu bertanya kepada pemilik warung, "Apa arti huruf ST yang tertulis di jidat orang tua itu ?"


Jawab pemilik warung, "Saya tidak tahu. Kejadiannya sudah lama sekali ..." sahut pemilik warung. Setelah terdiam sejenak untuk merenung, pemilik warung tersebut melanjutkan, "... Mmm, menurut saya tulisan itu singkatan dari kata 'Santo'."




Apa pun yang kau berikan kepada alam, suatu saat alam akan mengembalikannya, lengkap dengan bunga-bunganya ... 




God Bless All of You.


(Sumber: Life Is Beautiful)

Renungan Harian: Iman Seperti Anak Kecil


Bacaan: Matius 18:10
Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang
wajah Bapa-Ku yang di sorga.


-------------------------------


Karl Barth, seorang teolog ternama, dan juga salah satu yang terbesar di abad 20 ini, pernah ditanya oleh seorang anak muda seusai sebuah seminar, "Jika anda merangkum semua pengajaran anda, bagaimana anda merangkumnya dalam sebuah kalimat?"


Karl Barth menjawab dengan riang dengan mengutip lagu anak-anak Sekolah Minggu, "Jesus Loves me, this I know, for the Bible tells me so..." Lagu ini adalah lagu yang Karl Barth dengarkan waktu dia kecil, senantiasa disenandungkan oleh ibunya.


Seringkali iman anak kecil adalah harta yang "seolah" kita tinggalkan saat kita makin dewasa, saat karir kita makin hebat dan kita dipenuhi dengan segala metode manajemen dan analisa ekonomi yang rumit.


Hari ini, krisis ekonomi akibat kredit macet perumahan di Amerika, mengguncang sendi-sendi perekonomian dunia. Perusahaan - perusahaan besar yang mungkin tidak pernah terbayangkan akan goyah, ternyata goyah juga. Orang yang kita kira pintar ternyata gagal juga. Banyak orang mulai kuatir, memikirkan pekerjaan mereka, investasi mereka, masa depan mereka, dan lain-lain. Kekuatiran kita menggunung dan menghalangi mata iman kita untuk melihat bagaimana Allah memelihara kita seperti Dia memlihara burung pipit. Iman yang mungkin rasanya mudah kita peroleh waktu kita kanak-kanak.


Terkadang pengetahuan kita yang tingi dan rumit menambah rasa kuatir kita, gantinya percaya pada Tuhan, kita menerima tekanan kekuatiran dan kegelisahan dari dunia. Tentu baik untuk belajar dan memperoleh ilmu pengetahuan setinggi mungkin, akan tetapi biarlah kita bisa selalu percaya kepada-Nya, dengan iman yang sederhana, teguh, dan tidak tergoncangkan keadaan dunia. Iman yang sederhana itu, iman seorang anak kecil.


Rahasia terdalam tidak akan gagal dipahami
oleh iman sederhana seorang anak kecil.


(sumber: Renungan Harian)

Jumat, 06 Juli 2012

Hidup adalah Anugrah: BEBAN DOSA

Seorang pendeta berdiri di pinggir jalan di dekat sebuah halte bus.
Tak henti-hentinya ia berteriak: “Siapa yang percaya bahwa Yesus
adalah Tuhan, maka ia akan diselamatkan.” Ia juga meneriakan
agar semua manusia bertobat dan tak berbuat dosa.
 
Tiba-tiba seorang anak muda datang dan berdiri di depannya lalu
bertanya; “Bapak pendeta; Anda mengatakan bahwa semua
manusia adalah orang-orang berdosa tanpa terkecuali. Membawa
serta dosa dalam diri sendiri sama dengan memikul sebuah beban
yang amat berat. Namun saya tak pernah merasakannya
sedikitpun. Katakanlah padaku, berapa berat sebuah dosa itu? Lima
kilo? Sepuluh kilo? Atau seratus kilo?”

Sang pendeta memperhatikan anak muda tersebut dengan
seksama lalu balik bertanya; “Bila kita meletakan 500 kilo beban ke
atas mayat, apakah mayat tersebut akan merasa bahwa beban
yang dipikulnya itu berat?” Dengan cepat dan pasti anak muda
tersebut menjawab; “Tentu saja tidak!! Ia pasti tidak merasa berat
karena ia telah mati.”

Sang pendeta mengagumi anak muda tersebut. Sambil tersenyum
ia menjawab; “Hal yang sama terjadi pada kita. Kita tentu tak
merasa bahwa beban dosa yang kita pikul itu berat. Karena pada
saat kita berada dalam dosa, saat itulah kita sebetulnya telah mati.”

-------------
Bila anda masih mampu merasa sakit berhadapan dengan dosa-
dosa yang anda perbuat, maka bersyukurlah karena Roh Kudus
sedang bekerja dalam diri anda untuk mengingatkan anda untuk tak
berbuat dosa lagi. Namun bila suatu saat anda tak merasa bersalah
sedikitpun saat berbuat dosa, maka saat itu sebetulnya anda telah
mati.
“Karena itu setiap orang yang tetap berada di dalam Dia, tidak
berbuat dosa lagi; setiap orang yang tetap berbuat dosa, tidak
melihat dan tidak mengenal Dia.” (1 Yohanes 3: 6)

Semoga bermanfaaat... TUHAN memberkati!

Senin, 02 Juli 2012

Sejenak Bijak: LAMPU KEBAIKAN


Suatu malam sebuah desa kecil di Brazil dilanda hujan lebat, ada seorg ibu 
yg akan melahirkan.
Hanya seorang anak umur 5 tahun yang mendampinginya.
Dalam kondisi darurat, ibu tsb menelpon ke kantor polisi.
Tapi karena hujan badai telah menyebabkan banjir, hanya tinggal seorang 
polisi penjaga pos saja yg tersisa.
Dia pun menelepon ke rumah ketua ormas lokal & minta bantuan.
Ketua ormas itu segera menyanggupi & menjemput mengantarkan sendiri sang ibu 
ke RSB.
Persalinan berjalan dgn lancar, si ibu & bayinya selamat.
Saat itu baru terpikir oleh sang ketua bahwa di rumah ibu tsb masih ada 
seorang anak kecil, yg harus segera diselamatkan.
Dia lalu menelpon ke salah seorang anggotanya yg paling tidak punya 
kepedulian & juga merupakan orang terakhir yg masih belum ada tugas keluar,
minta bantuannya untuk menolong anak yg masih di rumah itu.
"Orang terakhir ini" keluar dari dalam selimut hangatnya, dengan bermalas²an 
ia mengemudi mobilnya ke rumah anak itu, di sepanjang perjalanan mengutuk
cuaca yg buruk dan kenapa ia harus melakukan hal tsb.
Setelah lewat berbagai macam rintangan, akhirnya ia dapat menemukan si anak 
& menggendongnya ke dalam mobil.
Setelah masuk ke dalam mobil, anak itu terus memandanginya, mendadak si anak 
membuka mulut dan berkata, "Apakah kamu Tuhan?"
Dia kebingungan, bahkan dia berpikir mungkin anak ini telah menjadi gila 
karena mengalami bencana.
Dia kemudian menjawab dengan agak tergagap,"Nak, mengapa kamu katakan saya 
adalah Tuhan?"
Anak itu berkata, "Ketika ibu keluar rumah, dia berpesan agar saya berani 
tinggal di rumah sendirian. Dia juga bilang bahwa saat ini hanyalah Tuhan yg 
bisa menolong kami".
Mendengar perkataan ini, mukanya segera memerah dari wajah hingga ke ujung 
kakinya.
Matanya sembab, dengan sebelah tangannya ia meraba² kepala anak ini, dengan 
nada penuh kasih dia berkata pada si anak, "Saya bukan Tuhan nak, saya 
adalah
temanmu!"
Dia tak pernah berpikir bahwa suatu hari kelak dia akan menjadi Tuhan di 
mata orang lain.
Dia mendadak merasakan bahwa ekspresi polos dari wajah anak itu telah 
menyalakan lampu yg ada di dalam dirinya :Lampu Kebaikan.


(From:"Charles Asiku, Ir." cha6966@yahoo.com ) 

Sejenak Bijak: Dokter...


Ada seorang dokter militer yang telah mengikuti pasukan tempur ke beberapa medan perang. 


Ia mengobati para tentara yang terluka di medan tempur. 


Bila pasiennya telah sembuh dari luka, mereka akan di kirim kembali untuk kembali bertempur. 


Akibatnya, mereka menjadi terluka lagi, bertambah parah bahkan ada pula yg terbunuh. 


Setelah melihat kejadian ini ber-ulang2, dokter tersebut akhirnya mengalami shock & patah semangat. 


Pikirnya : 
" Bila seseorang ditakdirkan untuk mati, mengapa aku harus menyelamatkannya? Toh takdir mereka untuk mati dlm peperangan. 


Bila pengetahuan medisku ada gunanya, mengapa ia pergi ke medan perang dan akhirnya kehilangan nyawanya. "


Dokter tersebut tidak memahami, apakah ada artinya ia menjadi dokter militer, dan ia merasa sangat sedih sehingga ia tidak mampu menyembuhkan orang lagi. 


Karenanya, ia naik gunung untuk mencari ketenangan hati dan merenung. 


Setelah menenangkan diri dan merenung selama beberapa bulan ... 


Akhirnya, ia pun mengerti masalah dia sepenuhnya. 


Ia turun gunung untuk terus berpraktek sebagai dokter. 


Katanya : 
"INI KARENA AKU ADALAH SEORANG DOKTER". 


Catatan: 
Tidak meng-identifikasi diri sendiri dgn sesuatu atau menghubungkan sesuatu dengan "aku" dan mengerti bahwa ide adanya "aku" yg berbeda dari benda lain adalah noda, itulah kebijaksanaan sejati. 

Sejenak Bijak: 6 Failures...

James Dyson merupakan seorang pengusaha yang mampu mengumpulan kekayaan hingga 1.45 Milyard Poundsterling hanya karena menemukan mesin penghisap debu yang merknya menggunakan namanya. 


Keistimewaan penghisap debu ini karena tdk menggunakan kantongan plastik, sehingga menjadi fenomenal di Inggris dan USA. 


Dia mengaku melakukan 5.126 kali kesalahan sebelum menciptakan mesin ini. 


Ada 6 buah kesalahan yg bisa memicu kreatifitas. 


1. Abject Failure (kesalahan memalukan) 
Contoh kebocoran radiasi nuklir di Fukhusima Jepang, memicu penemuan nuklir ramah lingkungan. 


2. Structural Failure 
Contoh MS Windows yang banyak salahnya trus dibetulkan lg oleh Microsoft. 


3. Glorious Failure 
Kesalahan ramuan anti sakit kepala & stress di beri soda jadi Coke. 


4. Common Failure 
Tony Buzan mengembangkan ide mengenai Mind Map 


5. Version Failure 
Kesalahan menggunakan warna sehingga timbul warna baru misalnya Magenta 


6. Predicted Failure 
Contohnya penemuan mesin penghisap debu di awal cerita. 


St Agustinus pernah berkata: "Fallor Ergo Sum" artinya 
"Karena Aku berbuat Salah, maka Aku Ada".